PATROLI SULSEL|WAJO – Tulisan yang tayang di portal “Bongkar Wajo” dan terkesan membela pengusaha karaoke menuai reaksi dari berbagai pihak. Narasi yang menyerang media, LSM, dan politisi lokal dianggap tidak memenuhi unsur jurnalistik, bahkan diduga sebagai konter narasi pesanan atas pemberitaan hiburan malam yang sebelumnya viral di Kabupaten Wajo.
Setelah ditelusuri, portal ini tidak mencantumkan struktur redaksi, badan hukum, maupun alamat kantor. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas dan independensi media tersebut.
Direktur Yayasan Bantuan Hukum (YBH MIM), Hadi, menyebut bahwa tulisan di portal itu tidak mencerminkan produk pers yang sah dan melanggar Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.
“Pasal 9 UU Pers sangat jelas, perusahaan pers wajib berbadan hukum Indonesia dan mencantumkan alamat redaksi yang dapat diverifikasi. Tanpa itu, mereka bukanlah media yang sah,” tegas Hadi, Selasa (27/5/2025).
Hadi juga menilai bahwa tulisan tersebut sarat kepentingan dan hanya mengedepankan opini tanpa verifikasi, sehingga bisa menyesatkan publik dan merusak fungsi pers sebagai pilar demokrasi.
Senada dengan itu, Ketua DPP Asosiasi Jurnalis Nusantara Republik Indonesia (AJUN RI), Hariyadi Talli (Dg. Talli), juga menegaskan bahwa media tanpa badan hukum yang menyebarkan berita cenderung sepihak dapat dikategorikan sebagai media ilegal.
“Banyak oknum mengaku wartawan dari media tak berbadan hukum. Mereka tidak tercantum di boks redaksi, hanya bermodal kartu pers, dan masuk ke berbagai instansi. Itu wartawan gadungan,” ujar Hariyadi
Hariyadi menyayangkan jika media semacam ini justru digunakan untuk menyudutkan pihak lain dan mengarahkan opini publik tanpa landasan data dan fakta.
Beberapa LSM dan tokoh masyarakat juga mempertanyakan motif dari narasi “pembunuhan karakter” yang diangkat oleh Bongkar Wajo. Sebab, pemberitaan media arus utama yang sebelumnya viral justru menyoroti aktivitas hiburan malam yang meresahkan warga.
Hadi menambahkan, apabila narasi semacam ini terus dibiarkan tanpa klarifikasi dan penindakan, maka publik akan kehilangan kepercayaan terhadap media sebagai penyampai informasi yang objektif.
“Kami mengimbau aparat dan Kominfo untuk menertibkan media yang tidak sah dan berpotensi menyebarkan disinformasi,” tutup Hadi.