RDP Komisi I DPRD Maros Bahas Sengketa Lahan Antara Angkasa Pura dan Warga Kadieng
-->

Header Menu

RDP Komisi I DPRD Maros Bahas Sengketa Lahan Antara Angkasa Pura dan Warga Kadieng

PATROLISULSEL.com
Thursday, June 12, 2025



PATROLI SULSEL| Maros, Komisi I DPRD Kabupaten Maros menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait sengketa lahan antara PT Angkasa Pura dan masyarakat di lingkungan Kadieng, Kecamatan Mandai, yang berlokasi Kadieng.

 3 juni 2025


Dalam RDP tersebut, warga menyampaikan bahwa tanah yang mereka tempati telah dihuni selama puluhan tahun. DPRD Maros menyatakan siap memfasilitasi penyelesaian sengketa ini hingga ke kementerian terkait.


Perwakilan dari PT Angkasa Pura, Abdul kadir usman dari Divisi Administrasi dan Aset, menjelaskan bahwa lahan yang disengketakan berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 02 Tahun 1993. Menurutnya, tanah tersebut sebelumnya merupakan aset Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang kemudian dialihkan ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada tahun 1987, dan akhirnya dikelola oleh PT Angkasa Pura sejak 1991 saat berstatus persero.


"HPL tersebut sudah diterbitkan sejak tahun 1993. Dasar kami adalah HPL resmi yang luasnya hampir satu juta hektar," jelas Abdul kadir usman.


Sementara itu Kepala Kantor BPN Maros Murad Abdullah yang turut hadir dalam RDP menyatakan bahwa HPL 02/1993 diterbitkan secara sah. "Secara formal, semua persyaratan administrasi telah dipenuhi. Jika nanti masalah ini berlanjut ke pengadilan, kami tetap mempertahankan produk hukum yang kami terbitkan. Kami tidak berpihak kepada siapa pun, hanya kepada produk hukum kami," ujarnya.

Terkait permintaan untuk kembali menghadirkan BPN pada RDP lanjutan, pihak BPN menyatakan hal tersebut bukan kewenangan mereka kecuali ada hasil mediasi yang resmi.


Sementara itu, salah satu warga bernama Asen Rudol Buyung, pensiunan Kanwil Perhubungan yang tinggal di rumah dinas sejak 1999, mengungkapkan keresahan. "Saya masih membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sampai tahun 2023. Tapi sejak 2024, data saya diblokir oleh Angkasa Pura. Kami tinggal berdasarkan SK Menteri, dan rumah yang kami tempati bukan termasuk dalam Blok G, H, atau I yang diklaim oleh Angkasa Pura. Tapi tiap tahun kami selalu didatangi dan diintimidasi untuk menandatangani kontrak atau membayar sewa," ujarnya.

Ia menambahkan, "Kalau memang Angkasa Pura ingin mengambil alih, kami harap ada kompensasi yang layak."


Widarsono, perwakilan warga Kadieng, menyatakan bahwa warga sudah mendiami lahan tersebut sejak tahun 1942. "HPL itu baru terbit tahun 1993, padahal sudah banyak warga tinggal jauh sebelumnya ada hampir 300 KK. Harusnya kalau memang tanah itu milik Angkasa pura dengan dasar HPL terbit di tahun 1993 kenapa TDK langsung di blokir pajak bumi bangunan (PBB) kok baru di tahun 2024 baru di blokir pajak bumi bangunan(PBB) warga setempat Lingkungan kadieng.


Jangan sampai dokumen peralihan itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan, apalagi pengukurannya dilakukan sepihak oleh pihak Angkasa Pura."

Masyarakat berharap ada solusi yang adil dan lahan yang mereka tempati bisa dikembalikan melalui mekanisme negara yang sah.